Cerpen Satmoko Budi Santoso
Dimuat di Seputar Indonesia (05/29/2010)
Kalau pada suatu malam Anda bertandang ke kampung kami,entah untuk keperluan menemui sanak keluarga atau cuma sekadar ke sasar,dan mendengar serakan tas plastik di sepanjang jalan pusat kampung yang tak pernah berhenti selama sekitar 15 menit,maka sudah pasti,ada seekor anjing yang sedang menyeret-nyeret janin.
Kalau pada suatu malam Anda terus mendengar suara serakan tas plastik sampai sejauh sekitar 50 meter, maka anjing itu memang masih terus asyik menyeret-nyeret janin dan segera diendus ketika berhenti.
Kalau anjing itu sudah berhenti menyeret-nyeret janin dan mengendus-endusnya, jangan diganggu, nanti ia bakalan menyalak, menggonggong keras dan bakalan menggigit siapa pun, tanpa maaf.Maka,berbaik-baiklah ketika anjing itu menyeret-nyeret janin. Mungkin akan lebih baik, jika Anda melihatnya dari kejauhan. Hati-hatilah,jika anjing itu pas lewat. Begitulah.Dulu hampir semua warga kampung tak percaya dengan cerita anjing yang menyeretnyeret janin. Sekalipun aku berusaha meyakinkan. Namun, kini mereka bisa menyaksikan sendiri. Kadang-kadang beberapa orang kampung malah sengaja mengintip secara bergerombol, tentu dari kejauhan. Mereka memilih cara mengintip dari semaksemak.
Cukup jelas kelihatan bagaimana si anjing mengendusendus orok janin meski tak akan memakannya. Anjing itu hanya seperti menyombongkan diri bahwa ia berhasil mendapatkan orok janin yang ia seret dari arah sungai, tepat berada di bawah jembatan tua. Barangkali cukup aneh, hanya seekor anjing saja yang terlanjur sering dipanggil Wimpi yang selalu saja tahu bahwa ada orok janin. Anjing lain di kampung kami tak ada satu pun yang mempunyai kepekaan seperti Wimpi. Anjinganjing lain di kampung kami hanya berperan sebagai anjing penjaga rumah. Gonggongannya saja yang keras, tapi tak akan pernah mau menggigit. Anehnya lagi, setelah mengendus-endus, Wimpi selalu menaruh setiap orok janin yang ia temukan tepat di pinggir tembok kuburan, pojok barat daya kampung.
Wimpi paling suka memainmainkan tali pusar orok janin,yang entah kenapa, ketika dibuang –oleh ibunya?– tak sempat dipotong. Barangkali yang membuang orok janin itu merasa sangat tergesa-gesa dan buang-buang waktu, jika masih menyempatkan diri memotong tali pusar. ”Awas,Wimpi melirik ke sini.Ia tahu kalau diperhatikan,” ujar Totok ketika pada suatu waktu mempunyai kesempatan mengintip kelakuan Wimpi. ”Pasti ia jadi nggak sungguhsungguh mengendus-endus,” ujar yang lain. ”Ihsempat dijilati segala”. ”Tuh malah tubuh orok janin sampai diputer-puter”. ”Eh, ia masukin lagi ke tas plastik”. ”Aduh, jangan nginjek kakiku, dong”. Kalau pagi hari tiba, pemudapemuda kampung yang kurang kerjaan bakalan ramai memperbincangkan perilaku Wimpi.
Bahkan orang-orang tua ikut terlibat. Biasanya,obrolan mereka semakin seru karena gardu ronda kampung kami seakan-akan menjadi ajang paling manis untuk mempergunjingkan apa pun. ”Weh, padahal, siapakah yang selama ini hamil di kampung ini? Gakada kan?” ”Kanbisa sengaja dibuang dari luar kota.Barangkali saja semalam ada orang dari luar kota mampir ke sini. Tuh ada bekas ban mobil, kan?” ”Ngawur. Itu mobil Pak Kades. Semalam aku sempat ikut beliau. Jalan-jalan saja”. ”Lantas?” ”Lantas? Kansudah biasa”. ”Iya.Sudah biasa”. ”Nggakperlu dipikirinlah”. ”Pak Kades saja cuek”.
”Udah hampir tiap bulan memang ada orok janin yang dibuang koktetap heran”. ”Nggak gitu.Kalau Wimpi udah naruh di pinggir tembok dekat kuburan lantas siapa yang mau mengubur baik-baik?” ”Paling-paling si Amran.Cuma dia yang paling peduli, kan? Hitung-hitung beramal”. ”Wah, pikiranmu sudah bejat. Peduli sedikit kenapa,sih?” ”Nanti Amran pasti ke sini.Aku akan membantunya mengubur orok janin itu”. ”Nah dijawab begitu sejak tadi kan enak. Gak usah pakai bumbu sengak....” ”Busyet.Muke gile”. Setiap obrolan tentu saja bisa tak putus-putus, tak ada habisnya. Semuanya kembali pada tiap orang itu sendiri, se-bego atau secerdas apa pun orang dalam menanggapi setiap obrolan cuma waktu yang sanggup memotong dan memisahkan sebuah pertemuan. Begitu pula kalau siang hari segera menyengat, gardu ronda kampung kami menjadi sepi, dan bakalan kembali ramai pada malam hari.
***
Ke mana pun Wimpi pergi, dasar anjing peka dan suka menyeret- nyeret orok janin, pasti diperhatikan siapa pun. Meski di kampung kami,Wimpi bukanlah anjing milik siapa pun. Tempat pergi dan singgahnya saja tak jelas. Cuma, kalau ia datang ke sebuah rumah milik siapa pun di antara warga kampung, tentu akan disambut baik-baik. Diberi makan. Meski pada akhirnya tetap akan pergi tanpa ucapan terima kasih. Beberapa warga kampung sempat menduga,Wimpi tidur di karduskardus bekas berukuran besar yang biasanya ada di tempat pembuangan sampah. Maklum, Mat Ali, juragan telur, kerap membuang sisa kardus di tempat sampah. Atau,kalau pada suatu malam tiba-tiba Wimpi sudah tidur melingkar di teras rumah milik siapa pun di antara warga kampung, ya tetap saja dibiarkan.
Yang pasti, Wimpi menjadi bagian dari kampung kami. Seingatku, nama Wimpi sendiri diberikan oleh para pemuda secara ngawur, tak sengaja, tak ada arti dan maksud apa pun.Kecuali hanya karena alasan nama itu enak didengar dan dicomot langsung dari film teve. Ingatlah, tak perlu ada dugaan macam-macam, jika masuk ke kampung kami.Tak perlu berpikir kenapa sampai ada anjing yang dibiarkan menyeret-nyeret janin. Tak perlu berpikir dalam-dalam, sesungguhnya berasal dari manakah janin yang selalu dibuang ke kampung kami pada hampir setiap bulan. Setiap orang juga tak perlu menghubung-hubungkan keberadaan jembatan di kampung kami yang dinilai cukup keramat dengan janin yang akan selalu dibuang tepat di bawah jembatan, boleh jadi di semak-semak, di pinggir aliran Sungai Walaya yang lengang.
Selayaknya,warga kampung kami sudah tak perlu berpikir anehaneh, seperti yang bisa ditangkap dari obrolan mereka. Kalau memang ada yang sampai hati membuang orok janin, pasti bakalan dikubur oleh salah satu dari kami, sembari bergurau atau tidak sama sekali. Demikianlah. Bau anyir darah memerah dari orok janin yang dibuang ke muka bumi kerap nyangkut di kampung kami. Ada yang sengaja dihanyutkan dengan boks bayi berbentuk sampan kecil.Wimpilah yang paling rajin mengendus bau anyir darah itu. Kalau malam ini Wimpi sempat bertandang ke rumahku, sekadar untuk tidur di teras rumah,tentu bakalan kusambut dengan gembira.Sejenak akan kuajak Wimpi bercengkerama.
Wimpi,tipe anjing yang bisa akrab dengan siapa pun, meski ia juga bisa dengan mudah menggigit siapa pun, haruslah didekati baikbaik. Dianggap seperti saudara dan jangan sekali kesempatan berpikir untuk membunuh. Nanti tak akan ada lagi orok janin yang ia seretseret? Banyak hal bisa menjadi misterius. Orang-orang bodoh –jelas termasuk aku– jangan sempat menduga –apalagi berpikir– bahwa sekitar sepuluh kilometer dari kampung kami ada sebuah kompleks seperti perumahan cukup luas. Seorang wartawan koran daerah pernah menulis dan memotret perumahan itu. Kebetulan saja kubaca. Dasar aku orang bodoh, aku lupa-lupa ingat perihal keterangan foto yang ditulis wartawan itu, karena koran yang aku baca dulu juga hanya sebagai bungkus kacang.
Bangunan semacam kompleks perumahan itu adalah tiga asrama mahasiswi dari tiga kampus yang berbeda atau apa gitu? Jelas, aku tak mau menuduh macam-macam dengan caraku berprasangka. Anggap saja,aku sudah lupa. Selintas ingatan pikiranku soal asrama mahasiswi itu sungguh tak boleh dilanjutkan menjadi prasangka yang lebih buruk. Nanti bisa jadi fitnah, nanti malah mencelakakan banyak orang. Sudah pasti aku orang bodoh, bagian dari orang sekampungku yang tak berpendidikan tinggi.Memang, agak lumayan, aku sempat bersekolah sampai kelas 2 SMA. Oleh sebab itu, tak perlu bertanya ketika muncul ganjalan pikiran dan ingatan tertentu. Juga tak perlu bertanya kepada Pak Kades yang sudah lama malas bicara perihal dibuangnya orok janin. Jangan pernah orang seperti aku sampai punya pikiran apalagi pertanyaan,bukan?
***
Dulu munculnya anjing di kampung kami memang pernah disalahpahami. Tentu saja, katakanlah anjing periode sebelum Wimpi datang. Dulu pernah ada banyak anjing yang begitu menggelisahkan orang kampung. Pernah dalam suatu malam, orang kampung mendengar banyak suara anjing.Kemunculan banyak suara anjing itu pun menjadi perbincangan hangat di tiap rumah. Rumah Bang Fani yang memiliki sejumlah kucing, terdengar riuh. Menurut anggapan orangorang kampung,kucing milik Bang Fani malah sempat berkelahi dengan anjing-anjing liar yang entah muncul dari mana tersebut. Bang Jino, Ketua Pemuda Kampung, memohon agar warga kampung lebih baik tidak usah mempunyai binatang piaraan.
Dienyahkan entah ke mana sehingga tidak mengganggu ketenangan warga kampung. Waktu itu, terus terang saya hanya mendengar sepotongsepotong gugatan sejumlah orang kampung terhadap persoalan binatang piaraan yang ada di kampung kami.Suasana saling menyalahkan pun tak dapat dihindari. Sebegitu cemas dan penasarannya warga kampung terhadap suara banyak anjing, pernah muncul pada suatu malam, diduga karena memburu orok janin yang dibuang, membuat pemuda-pemuda kampung yang sebaya dengan saya sampai berjaga-jaga di tiap perempatan kampung.
Ini terjadi pada malam berikutnya, setelah semalam sebelumnya banyak suara anjing yang datang entah dari mana itu begitu meresahkan. Masingmasing dari pemuda kampung itu membawa kayu sebesar lengan, cukup memuaskan jika untuk memukul anjing.***
Ada Janin Diseret Anjing
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comments :
Posting Komentar